Sambungan.. Umair bin Sa'ad..Sahabat Rasulullah..

لَكَمْ وَدِدْتُ أَنَّ لِيْ رِجَالًا مِثْلَ عُمَيْرِ بْنِ سَعْدِ لَأَسْتَعِيْنَ بِهِمْ فِيْ أَعْمَالِ الْمُسْلِمِيْنَ

“Sungguh aku sering berharap mempunyai orang-orang yang seperti ‘Umair bin Sa’ad untuk aku minta bantuannya melakukan kerja-kerja umat Islam”.

(Umar ibnul Khoththob)

B

eberapa waktu yang lalu kita sudah selesai menelusuri sebuah kisah yang sangat menganggumkan dari kehidupan seorang sahabat yang mulia ‘Umair bin Sa’ad dimasa kecilnya. Sekarang mari kita telusuri kisah lainnya dari perjalanan hidupnya ketika dewasa. Anda akan melihat bahwa kisahnya yang kedua ini tidak kalah menarik dan mengagumkan dari kisahnya yang pertama.

Masyarakat Himsh (sebuah kota di Suriah antara Damaskus dan Halab. Di koata itu Kholid bin Walid-Rodhiyallohu ‘anhu- di makamkan) adalah masyarakat yang sangat berani mengkritik para pemimpin (gabenor) mereka dan sering mengeluh atas kerja mereka. Tidak ada satupun gabenor yang memimpin mereka melainkan mereka dapatkan kekurangannya yang banyak dalam kepemimpinannya. Bahkan mereka mencatat dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh para gabenor yang kemudian mereka adukan kepada Kholifah menggantikan gabenor mereka dengan orang yang lebih baik..

Maka ‘Umar Al Faruq berazam (bertekad) untuk mengutus seseorang yang akan menjadi gabenor bagi mereka yang mereka tidak akan menemukan lagi aib dan kekurangan dalam keperibadiannya. Umar mengumpulkan beberapa nama orang-orang yang kemudian memilih-milihnya menjadi satu persatu. Dan ia tidak menemukan orang yang lebih baik dari ‘Umair bin Sa’ad.

Sekalipun ‘Umair ketika itu sedang berada di tanah jazirah yang berada diwilayah Syam sebagai panglima pasukannya yang tengah berperang dijalan Alloh, membebaskan kota-kota, menghancurkan benteng-benteng musuh , menaklukkan kabilah-kabilah dan mendirikan masjid-masjid di setiap daerah yang di taklukki, Amirul Mu’minin Umar ibnul Khoththob tetap memanggil ‘Umair bin Sa’ad dan memberikan mandat kepadanya untuk menjadi gabenor di Himsh. Umar memerintahkannya untuk pergi menuju Himsh. ‘Umair menerima keputusa itu dengan sedikit rasa kecewa karena baginya tidak ada yang ia anggap lebih utama daripada jihad dijalan Alloh.

‘Umair sampai di Himsh. Ia memanggil masyarakat yang tinggal disana untuk melaksanakan sholat berjama’ah. Setelah selesai sholat ia berpidato di hadapan mereka. Ia awali dengan memuji Alloh and berselawat kepada Rosululloh saw., kemudian ia berkata, “wahai sekalian manusia, sesungguhnya Islam adalah benteng yang kuat dan kokoh. Benteng Islam adalah keadilan dan pintunya adalah kebenaran. Jika benteng dihancurkan dan pintu dirosakkan., maka batas agama ini akan dilanggar. Sesungguhnya Islam itu akan kuat selama orang yang menjadi penguasa itu kuat dan kuatnya penguasa bukan dengan kuatnya cambuk,bukan juga dengan pedang yang digunakan untu membunuh, tetapi kuatnya penguasa adalah dengan menerapkan hukum yang adil dan membela kebenaran.”

Kemudian ia mulai bekerja untuk merealisasikan program yang telah ia canangkan dalam pidato singkatnya.

Setahun sudah ‘Umair tinggal di Himsh. Selama itu tidak ada satupun surat yang dilayangkan kepada ‘Amirul Mu’minin dan tidak satu dirham atau dinarpun dari harata fa’i yang dikirim ke baitul maal. Maka rasa khawatir mulai masuk kedalam hati Umar, karena ia adalah orang yang sangat takut kalau ada sekiranya dari para gabenornya yang tergoda oleh fitnah kekuasaan.

Baginya tidak ada yang ma’shum selain Rosululloh saw. Untuk itu ia berkata kepada sekretarisnya, “tulislah surat untuk ‘Umair bin Sa’ad dan katakan padanya, ‘jika surat ‘Amirul Mu’minin telah sampai kepadamu, maka tinggalkanlah Himsh, menghadaplah kepadanya dan bawalah bersamamu harta fa’i yang telah kamu tarik dari masyarakat.”

‘Umair bin Sa’ad menerima surat Umar. Ia langsung mengambil tempat makanannya, membawa wadah yang biasa ia gunakan untuk makan di pundaknya, membawa bejana yang ia gunakan untuk berwudhu, dan memegang tas perbekalannya dengan tangannya. Ia tinggalkan Himsh dan kekuasaannya. Ia pergi menuju Madinah dengan berjalan kaki. Sesampainya ia di Madinah, berubahlah warna kulitnya. Tubuhnya menjadi kurus. Rambutnya memanjang dan tampak darinya bekas-bekas keletihan dan kesulitan ketika dalam perjalanan.

‘Umair masuk menemui ‘Amirul Mu’minin, Umar ibnul Khoththob. Umar yang bergelar Al Faruq sangat terkejut melihat keadaannya. Ia bertanya, kenapa dengan engkau wahai ‘Umair?”

‘Umair menjawab, “Tidak ada yang terjadi dengan diriku wahai ‘Amirul Mu’minin. Alhamdulillah, aku sehat wal ‘afiat. Aku membawa seluruh dunia dan aku menariknya dari kedua tandukku” (maksudnya kekuasaan).

Umar bertanya, “apa yang engkau bawa dari dunia?” (ia menyangka bahwa ‘Umair membawa harta yang akan diserahkan ke baitul maal).

Ia menjawab, “yang ada padaku adalah tempat makananku. Di dalamnya kuletakkan perbekalanku. Aku membawa wadah untuk makan, untuk membasuh kepala, dan mencuci pakaian. Aku juga membawa gelas yang aku gunakan untuk berwudhu dan minum. Wahai ‘Amirul mu’minin sesungguhnya seluruh harta dunia ini mengikuti barang-barangku ini dan merupakan harta yang tidak aku perlukandan juga orang lain tidak memerlukannya.”

Umar bertanya, “apakah engakau datang dengan berjalan kaki”, “ya”, jawab ‘Umair.

Apakah engkau tidak diberi haiwan tunggangan yang bisa engkau naiki oleh kekuasaan?” Tanya umar.

‘Umair menjawab, “mereka tidak memberikannya kepadaku dan akupun tidak memintanya kepada mereka.”

“Apa yang engkau bawa untuk baitul maal” Tanya Umar.

“aku tidak membawa apa-apa untuk baitul maal,” jawab ‘Umair

“kenapa”

“Ketika aku sampai di Himsh, aku kumpulkan orang-orang sholih dari masyarakat yang tinggal disana. Aku beri mandat kepada mereka untuk mengumpulkan harta fa’i. ketika mereka telah mengumpulkan harata ‘fa’i, aku ajak mereka bermusyawarah untuk membahas harta tersebut. Aku letakkan harta-harta tersebut di pos-posnya dan aku berikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dari kalangan mereka.”

Mendengar itu ‘Umar langsung berkata kepada sekretarisnya, “perbaharuilah mandat tugas sebagai gabenor Himsh untuk ‘Umair!”.

‘Umair berkata, “tidak mungkin!, itu adalah sesuatu yang tidak aku inginkan. Aku tidak akan bekerja lagi untuk engkau dan juga kholifah sesudah engkau, wahai ‘Amirul Mu’minin.”

Kemudian ia meminta izin kepada Umar untuk pergi ke sebuah kampung di pinggiran Madinah dan akan tinggal disana bersama keluarganya. Maka Umar mengizinkannya.

Belum lama berlalu setelah kepergian ‘Umair ke kampung yang ia tuju, muncul dalam hati Umar keinginan untuk menguji sahabatnya itu dan melihat kebenarannya. Maka ia berkata kepada salah seorang kepercayaannya yang dikenal dengan nama Harits, “pergilah engkau wahai Harits, ke rumah ‘Umair bin Sa’ad dan singgahlah seakan-akan engkau seorang tamu. Jika engaku melihat ada bekas-bekas nikmat yang terdapat pada dirinya, kembalilah sebagaimana engkau datang. Dan jika engaku melihat keadaanya yang sangat menderita, berikanlah dinar-dinar ini kepadanya.” Umar memberikan satu kantong wang berisi seratus dinar.

Harits akhirnya pergi menuju kampung tempat ‘Umair tinggal. Setibanya disana, ia menanyakan letak kediamannya kepada penduduk setempat. Ia diberi tahu dan setelah itu ia segera menuju rumahnya. Ketika bertemu dengan ‘Umair, Harits mengucapkan salam, “Assalamu’alaika wa rohmatulloh.”

‘Umair menjawab, “wa’alaikas salam wa rohmatulloh wa barokatuh. Berasal dari manakah engkau?”

Ia menjawab, “dari Madinah”

“Bagaimana keadaan umat Islam disana?” Tanya ‘Umair

“Mereka dalam keadaan baik, “ jawab Harits

“Bagaimana keadan ‘Amirul Mu’minin?”

“Ia dalam keadaan sehat dan sholih”

“Tidakkah ia menerapkan hukuman hudud?”, Tanya ‘Umair lagi.

“Ya, bahkan ia pernah menjatuhkan hukuman cambuk kepada anaknya yang berbuat fahisyah (keji).”

‘Umair berkata, “ya Alloh tolonglah Umar, karena sesungguhnya tidak ada yang aku ketahui tentang dirinya kecuali bahwasanya ia sangat mencintai-Mu.”

Harits tinggal di rumah ‘Umair bin Sa’ad selama tiga malam. Setiap malam ia selalu memberikan sepotong roti kepadanya. Pada hari ketiga, ada seorang penduduk yang berkata kepadanya, “engkau telah menyusahkan ‘Umair dan keluarganya. Mereka itu tidak memiliki apa selain sepotong roti yang mereka berikan kepadamu. Mereka mementingkan dirimu daripada diri mereka sendiri sehingga mereka kelaparan dan menjadi susah. Jika engkau mahu, pindahlah ketempatku….”

Ketika itulah Harits mengeluarkan beberapa wang dinar dan menyerahkannya kepada ‘Umair. ‘Umair bertanya, “apakah ini?”

Harits menjawab, “‘Amirul mu’mininin mengirimkan wang dinar ini kepada engkau.”

“Kembalikanlah wang ini dan sampaikan salamku padanya. Katakan padanya bahawa ‘Umair tidak memerlukannya.”

Ketika itu istri ‘Umair mendengar percakapan yang berlangsung antara suaminya dan tamunya. Maka, ia langsung berteriak dan berkata, “ambillah wang itu, wahai ‘Umair! Jika engaku memerlukannya, engkau bisa membelanjakannya, dan jika engaku tidak memerlukannya, engaku bisa menyalurkannya ke tempat penyalurannya. Disini masih banyak orang yang memerlukannya.”

Setelah mendengar perkataan istri ‘Umair, Harits langsung meletakkan wang dinar itu ke hadapan ‘Umair dan setelah itu ia langsung pergi. ‘Umair mengambil wang tersebut dan segera meletakkanya kedalam kantong-kantong kecil. Sebelum ia tidur pada malam itu, ia sudah membagi-bagikan wang tersebut kepada orang yang memerlukannya, terutama anak-anak yang orang tuanya syahid.

Harits kembali ke Madinah. Setibanya disana ia langsung ditanya oleh Umar, “apa yang engkau lihat wahai Harits?”

Harits menjawab, “keadan yang susah wahai ‘Amirul Mu’minin”

“Apakah engaku memberikannya wang dinar?” tanya Umar.

“ya” jawab Harits

“Apa yang ia lakukan dengan wang itu?”tanyanya lagi

“Aku tidak tahu. Mungkin ia tidak menyisakan satu dirhampun untuk dirinya.”

Maka Al Faruq mengirim surat kepada ‘Umair. Ia berkata, “jika engkau menerima suratku ini, jangan engaku letakkan dari tanganmu sampai engaku menghadap kepadaku.”

‘Umair bin Sa’ad pergi menuju Madinah. Setibanya disana ia langsung bertemu ‘Amirul Mu’minin. Umar menyambutnya dengan memberikan salam dan mempersilakannya duduk di dekatnya. Ia bertanya kepada ‘Umair, “apa yang engkau lakukan dengan wang dinar yang engkau dapat, wahai ‘Umair?”

‘Umair berkata, “apa kepentinganmu menanyakan wang itu setelah engkau keluarkan untukku wahai Umar?”

Umar menjawab, “aku hanya sangat menginginkan engaku menceritakan kepadaku apa yang engkau lakukan terhadap wang itu.”

‘Umair berkata, “aku menabung wang itu untukku agar aku bisa mengambil manfaatnya pada hari yang tidak berguna harta dan anak keturunan.”

Mendengar itu meneteslah air mata Umar. Lalu ia berkata, “aku bersakasi bahwa engaku adalah orang yang mmentingkan kepentingan orang lain daripada diri mereka sendiri sekalipun mereka sangat membutuhkan…”, kemudian Umarr memberikan satu wasaq makanan (60 sha’)dan dua helai pakaian.

‘Umair berkata, “wahai ‘Amirul Mu’minin makanan ini aku tidak membutuhkannya. Aku telah meninggalkan dua sha’ gandum untuk keluargaku. Ketika kami menghabiskannya, Alloh akan memberi kami rezeki lagi. Adapun dua helai pakaian ini, aku akan mengambilnya untuk ibunya anak-anak (istrinya) karena pakaiannya sudah usang bahkan hampir telanjang.

Tidak lama setelah perjumpaan yang terjadi antara Al Faruq dengan sahabatnya ini, Alloh I mengizinkan ‘Umair bin Sa’ad untuk bertemiu dengan Nabi-Nya dan penyejuk matanya, Muhammad bin Abdulloh saw setelah sekian lama ia merindukan perjumpaan dengannya. ‘Umair telah kembali ke negeri akhirat dengan jiwa yang tenang dan langkah yang pasti. Tidak ada beban dunia yang memberatkan pundaknya dan tidak ada tanggung jawab yang berat yang membebani punggungnya. Ia pergi hanya dengan cahayanya, hidayahnya, kewara’annya, dan ketaqwaannya.

Ketika berita kematiannya sampai kepada Umar, kesedihan menutupi wajahnya dan menggerus hatinya, ia berkata,

لَكَمْ وَدِدْتُ أَنَّ لِيْ رِجَالًا مِثْلَ عُمَيْرِ بْنِ سَعْدِ لَأَسْتَعِيْنَ بِهِمْ فِيْ أَعْمَالِ الْمُسْلِمِيْنَ

“Sungguh aku sering berharap mempunyai orang-orang yang seperti ‘Umair bin Sa’ad untuk aku minta bantuannya melakukan kerja-kerja umat Islam”.

Semoga Alloh meridhoi ‘Umair bin Sa’ad. Ia adalah sosok yang memiliki kepribadian unik diantara sahabat-sahabatnya. Ia adalah murid unggulan di madrasah Muhammad bin ‘Abdillah r.

[Shuwar min Hayatish Shohabah, Dr. Abdur Rohman Ro’fat Al Basya]


'Umair Bin Sa'ad,Pejuang Sejati

Ucapan 'Umair Bin Sa'ad ra..
Ibn sa'ad telah meriwayatkan khabar dari Sa'id bin Suwaid yg telah berkata,bahawa 'Umair bin Sa'ad tlh berkata,bahawa 'Umair Bin Sa'ad pernah berucap di atas mimbar,di ketika itu beliau merupakan seorg gabenor di Homs dgn katanya : "Ketahuilah,bahawa Islam itu adalah benteng perkasa, di masa yang sama sebagai pintu yg kemas . Benteng Islam ialah keadilan, sedang pintunya ialah kebenaran. Maka apabila teroboh benteng dan pintunya pula pecah,maka Islam sudah terdedah kepada kelemahan. Percayalah bahawa Islam masih gagah perkasa selagi kekuasaannya masih kuat . Kekuasaan yg kuat itu bukanlah penyembelihan dgn pedang2 atau herdik sebatan dgn cemeti2, ttp ianya adalah pemerintahan dgn kebenaran dan pelksanaan keadilan."


Subhanallah..walaupun ringkas ttp cukup bermakna bagi mereka yg melihat dgn hati,menilai dgn Iman..


"Umair bin Sa’ad adalah orang yang berkeperibadian unik”

Sejak kecil ‘Umair bin Sa’ad sudah merasakan kehidupan sebagai anak yang miskin. Ayahnya telah meninggalkannya untuk selama-lamanya tanpa meninggalkan sedikitpun harta maupun bekal untuk melanjutkan hidup. Sampai suatu saat ibunya menikah dengan orang kaya dari suku Aus, bernama Julas bin Suwaid. ‘Umair akhirnya berada dalam naungan dan asuhannya.

Disisi Julas ia mendapatakan kebaikan, perhatian, dan kasih sayang yang besar sehingga ia tidak merasa bahwa dirinya adalah anak yatim. ‘Umair mencintai Julas sebagaimana seorang anak mencintai ayahnya, begitu pula Julas mencintai ‘Umair sebagaimana seorang ayah mencintai anaknya.

Bahkan kecintaannya kepada ‘Umair semakin bertambah seiring dengan masa pertumbuhannya hingga ia dewasa.

Ia begitu kagum dengan perkembangan ‘Umair, karena ia melihat pada diri anak itu tanda-tanda kecerdasan dan kepandaian yang tampak dalam setiap pekerjaan yang ia lakukan dan tanda-tanda pribadi yang jujur dan amanah, yang tampak dalam setiap tindak-tanduk perilakunya.

‘Umair bin Sa’ad masuk Islam sejak ia masih kecil, yakni ketika umurnya belum mencapai sepuluh tahun. Hatinya yang halus menyebabkan keimanan begitu mudah masuk dan mengakar kuat didalamya. Jiwanya yang bersih dan jernih bagaikan tanah subur, menyebabkan keislaman mudah bersatu dengan jiwanya dan menyerap dalam relung-relungnya.

Dalam usianya yang masih sangat muda, Umair tidak pernah tertinggal sholat berjama’ah di belakang Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam. Ibunya sangat bergembira setiap kali melihat ‘Umair pergi ke masjid ataupun pulang dari sana yang terkadang bersama suaminya dan terkadang berjalan sendiri.

Kehidupan ‘Umair bin Sa’ad kecil berjalan seperti itu, tenang dan tanpa gangguan. Tidak ada yang mengeruhkan perjalanan hidupnnya yang jernih dan tidak ada yang merusak ketenangannya. Sampai akhirnya, Alloh berkehendak memberikan satu pengalaman pahit baginya dan mengujinya dengan ujian yang sangat jarang menimpa remaja seusianya.

Pada tahun 9 hijriah, Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam mengumumkan rencananya untuk menyerang kerajaan Romawi, tepatnya di daerah Tabuk, untuk itu beliau memerintahkan umatnya untuk bersiap-siap dan mempersiapkan segalanya. Biasanya Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam jika ingin menyerang musuh, beliau tidak mempublikasikannya secara terbuka , melainkan hanya menjelaskan bahwa dirinya akan menuju ke satu arah yang sebenarnya bukan tujuan yang diinginkan.

Hal ini berbeza dengan perang Tabuk. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam justru mengumumkannya kepada khalayak ramai, mengingat jauhnya jarak yang akan ditempuh,beratnya beban yang akan dipikul, dan kuatnya musuh yang akan dihadapi, agar mereka benar-benar memahami keadaan yang yang akan mereka lalui dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk itu.

Sekalipun musim panas baru mulai, suhu udara begitu panas korma mulai matang, masa berteduh telah tiba, dan setiap orang lebih suka bersenang-senang dan bersantai-santai serta bermalas-malasan. Akan tetapi umat Islam tetap datang memenuhi seruan Nabi mereka Sholallohu ‘alaihi wasalam, dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk berperang.

Walaupun begitu masih ada sekelompok orang munafikyang terus berusaha melemahkan semangat dan azam (tekad) untuk berperang dengan menyebarkan keraguan, menjelek-jelekkan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam dan melontarkan kata-kata kufur dalam pertemuan-pertemuan khusus mereka.

Suatu hari ditengah suasana persiapan untuk memberangkatkan pasukan, ‘Umair bin Sa’ad pulang ke rumah setelah melaksanakan sholat di masjid. Dalam pikirannya terekam semua gambaran yang menakjubkan tentang semangat umat Islam dalam berjihad dan berkorban seperti yang ia lihat sendiri dengan kedua matanya dan ia dengar dengan kedua telinganya. Ia telah melihat wanita-wanita dari kaum Muhajirin mendatangi Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam lalu mereka melepas semua perhiasan yang mereka kenakan dan menyerahkannya kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam untuk membiayai tentara yang akan berjuang dijalan Alloh.

Ia menyaksikan dengan matanya sendiri, Utsman bin ‘Affan –Rodhiyallohu ‘anhu- datang sambil membawa karung yang berisi 1.000 dinar emas yang kemudian ia berikan kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam. Ia juga melihat bagaimanaAbdurRohman bin ‘Auf –Rodhiyallohu ‘anhu- memikul 200 keping emas di pundaknya. Lalu diserahkan kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam. Bahkan ia melihat seorang lelaki yang menawarkan kasurnya untuk dijual agar ia bisa membeli sebuah pedang dan bisa ikut berperang dijalan Alloh.

‘Umair mengingat-ingat kembali pemandangannya yang sangat mengagumkan dan mengesankan itu. Setibanya dirumah, ia begitu terkejut melihat sikap santai Julas dalam mempersiapkan diri untuk ikut perang bersama Rosululloh r dan keterlambatannya dalam mengeluarkan infak, padahal ia adalah orang yang mampu dan berkecukupan. Umair tergerak utnuk mengobarkan semangat Julas dan membangkitkan rasa percaya dirinya.

Dengan semangat ia menceritakan pemandangan yang ia lihat dan cerita yang ia dengar, khususnya cerita tentang sekelompok orang beriman yang datang kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam seraya meminta agar mereka diikutsertakan dalam perang. Akan tetapi, Nabi Sholallohu ‘alaihi wasalam menolak permintaan mereka karena sudah tidak ada lagi kendaraan yang dapat mengantarkan mereka ke medan perang. akhirnya mereka pulang dengan bercucuran air mata karena sedih tidak memiliki harta yang dapat mewujudkan harapan mereka untuk dapat berjihad. Dan mengobati kerinduan mereka menggapai syahid.

Tidak ada reaksi dari Julas, malah yang keluar dari mulutnya adalah perkataan yang membuat seorang remaja yang beriman, bernama ‘Umair itu menjadi bingung. Ia mendengar Julas berkata, “jka pengakuan Muhammad itu memang benar bahwa dirinya adalah seorang Nabi, maka kita adalah lebih buruk daripada keledai.”

Mendengar itu ‘Umair sangat terkejut. Dia tidak mengira kalau seseorang yang berakal dan berumur matang seperti Julas bisa mengeluarkan perkataan seperti ini yang dapat mengeluarkan pelakunya dari keimanan secara langsung dan memasukkannya kedalam kekufuran dari pintunya yang sangat luas. Seperti sebuah alat penghitung (kalkulator) yang langsung memberikan jawaban atas masalah penghitungnya yang diminta, otak ‘Umair bin Sa’ad juga langsung berpikir apa yang mesti ia lakukan dalam menyikapi masalah ini.

‘Umair berpandangan bahwa mendiamkan Julas dan menyembunyikan masalah ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap Alloh dan Rosul-Nya serta bisa membahayakan Islam yang memang sudah dirongrong oleh orang-orang munafik dengan membawa makar. Sebaliknya ia juga berpandangan bahwa menceritakan apa yang ia dengar merupakan bentuk kedurhakaan terhadap seseorang yang yang telah ia anggap sebagai ayahnya sendiri dan ini berarti membalas kebaikan dengan keburukkan. Julaslah yang telah mengasuhnya ketika ia yatim, memenuhi segala keperluannya dan menggantikan posisi ayahnya yang telah wafat.

‘Umair harus memilih dua pilihan ini, pilihan yang baik tetap mengandung rasa pahit. Dengan cepat ia mengambil keputusan. Ia menengok kearah Julas dan berkata, “Demi Alloh wahai Julas, tidak ada di atas muka bumi ini yang lebih aku cintai setelah Muhammad Sholallohu ‘alaihi wasalam bin ‘Abdulloh daripada engkau. Engkau adalah orang yang paling kucintai dan paling besar jasanya kepadaku. Tetapi engkau telah mengucapkan sebuah perkataan yang kalau aku ceritakan berarti aku telah melecehakanmu dan kalau aku sembunyikan, berarti aku telah mengkhianati amanahku dan menghancurkan jiwaku serta agamaku. Sungguh aku telah bertekad untuk menemui Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam dan memberitahukan kepadanya tentang perkataan yang engkau ucapkan tadi. Pahamilah masalahmu dengan baik.”

Umair bin Sa’ad berjalan menuju masjid. Disana ia menceritakan kepada Nabi Sholallohu ‘alaihi wasalam tentang apa yang ia dengar dari mulut Julas bin Suwaid. Maka Rosululloh r menahan ‘Umair untuk tetap disisinya dan memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk memanggil Julas. Tidak berapa lama Julas datang dan mengucapkan salam kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam lalu duduk dihadapannya.

Rosululoh Sholallohu ‘alaihi wasalam bertanya kepada Julas, “perkataan apakah yang didengar oleh ‘Umair bin Sa’ad darimu?”

Nabi Sholallohu ‘alaihi wasalam menyebutkan apa yang dikatakan oleh ‘Umair. Julas berkata, “Dia telah berbohong atas diriku, wahai Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam. Aku sama sekali tidak pernah membuat pernyataan seperti itu.”

Para sahabat –Rodhiyallohu ‘anhum- yang hadir memandangi Julas dan ‘Umair secara bergantian, seakan-akan mereka ingin membaca raut wajah mereka berdua, apa sebenarnya yang ada di benak mereka berdua. Mereka mulai saling berbisik, salah seorang dari mereka yang di dalam hatinya ada penyakit berkata, “seorang anak yang durhaka. Dia hanya menyakiti orang yang telah berbuat baik kepadanya.”

Ada juga yang berkata, “sebaliknya ia adalah seorang anak yang tumbuh dalam ketaatan kepada Alloh. Dan sesungguhnya raut wajahnya menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang jujur.”

Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam memandangi ‘Umair. Beliau melihat wajahnya memerah, air matanya bercucuran deras dari kedua matanya, dan mengalir jatuh ke pipi dan dadanya seraya berkata, “Ya Alloh turunkanlah kepada Nabi-Mu penjelasan tentang perkataan yang telah aku ucapkan……”

Julas langsung menimpali, “Wahai Rosululloh, sesungguhnya apa yang telah aku ceritakan adalah benar. Jika engkau mau aku akan bersumpah dihadapanmu. Aku bersumpah dengan nama Alloh bahwa sesungguhnya aku tidak pernah mengucapkan perkataan seperti yang di ceritakan ‘Umair kepadamu.”

Setelah Julas bersumpah, pandangan para sahabat beralih kepada ‘Umair bin Sa’ad, sampai akhirnya rasa tenang datang menyelimuti Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam. Para sahabat mengetahui bahwa itu adalah wahyu. Maka mereka tetap berada di posisinya masing-masing. Tubuh mereka tidak bergerak sedikitpun. Semuanya diam membisu dan pandangan mereka tertuju kepada Nabi Sholallohu ‘alaihi wasalam. Saat itulah rasa takut mulai meliputi Julas. Sebaliknya harapan dan optimis mulai tampak pada diri ‘Umair. Begitu juga halnya dengan para sahabat. Mereka menanti sebuah jawaban dengan penuh antusias.

Proses turunnya wahyu telah selesai. Keadaan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam telah kembali seperti semula. Kemudian beliau membacakan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Alloh, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan Perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Alloh dan Rosul-Nya), kecuali karena Alloh dan Rosul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Alloh akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (At- Taubah:74)

Terkejutlah Julas mendengar beratnya ancaman yang ada dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Karena rasa takutnya, lidahnya seakan menjadi kelu. Akhirnya ia menghadapkan wajahnya kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam dan berkata, “aku bertobat wahai Rosululloh…, aku bertobat…, ‘Umair benar dan aku yang telah berbohong. Mohonkanlah kepada Alloh agar tobatku diterima. Aku siap mengorbankan diriku untukmu wahai Rosululloh.”
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam mendekati ‘Umair bin Sa’ad. Air mata kegembiraan membasahi wajahnya yang memancarkan sinar keIslaman. Dengan lembut Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wasalam memegang telinga ‘Umair seraya berkata, “Telingamu telah menepati apa yang telah didengar dan Robbmu yang telah membenarkannya.”
Julas kembali kepangkuan Islam dan keislamannya menjadi lebih baik. Para sahabat mengetahui kepribadiannya yang baik dari sikapnya yang sangat dermawan kepada ‘Umair. Setiap kali nama ‘Umair disebut ia selalu mengatakan, “Semoga Alloh membalasnya dengan kebaikan, ia telah menyelamatkan diriku dari kekufuran dan membebaskan diriku dari api neraka.”
Kisah ini bukanlah yang paling hebat dan menonjol dari perjalanan hidup seorang sahabat muda ‘Umair bin Sa’ad. Dalam perjalanan hidupnya, masih banyak lagi kisah-kisahnya yang lebih indah dan lebih berkesan.
Sampai jumpa lagi di kisah ‘Umair bin Sa’ad selanjutnya, yaitu Umair bin Sa’ad di masa dewasa.
[Shuwar min Hayatish Shohabah, Dr. Abdur Rohman Ro’fat Al Basya]


Pro Mahasiswa



Aku Rela-Algebra

Telah ku rela
Nama dan diri
Menjadi sasaran kerana cinta
Telah ku rela
Segala tohmahan bermaharajalela
Kerana cinta
Kerana cinta jua aku berbicara
Dengan nada insan terluka
Meluah rasa
Meluah fakta
Mencedera jiwa
Semuanya kerna cinta
Biar ku tanggung rasa derita
Asalkan agama selamat akhirnya
Yang membantah hanya berfalsafah
Kerana bimbang suapan harian
Dengan menjual nama Tuhan
Lalu kebenaran disingkirkan
Demi hidangan belian pendustaan
Namun aku yang sengsara zahirnya
Redha telahpun penuhi jiwa
Dalam keletihan ini aku bahagia
Kerana pada kebenaran itulah terasa
Nikmat Syurga

Tiada krisis dalam PAS, jangan terpedaya


WM Fadzli W Hamzah, Puchong.
Tue | Oct 27, 09 | 9:50:46 am MYT
sumber:harakah

Sepanjang pengamatan saya, tiada apa yang dinama krisis dalam Pas. Hanya perbezaan pendapat yang diatasi melalui tawakkal dalam mesyuarat .

Tawakkal dalam mesyuarat ialah berserah kepada AlLah setelah azam kata putus diambil, "....bermesyuaratlah dengan mereka dalam urusan itu, maka setelah azam kata putus di ambil , maka bertawakkalah kepada Allah kerana Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal" ( surah Ali Imran :159)

Jauh sekali jika nak disamakan dengan keretakan dalaman Umno, Mca dan Mic. Kata mereka 'tunggu retak terbelah '.

Ini semata-mata rekaan dan permainan media massa pro Umno yang jelas membantu barisan nasional bagi mengalih pandangan masyarakat daripada isu utama seperti isu kematian Teoh Beng Hock yang dikatakan dibunuh sebelum dicampak ke bawah, masalah pepecahan dalaman Mca dan Mic yang belum ada penghujung, dan tidak terkecuali isu pembentangan bajet 2010 dan masalah pepecahan umno yang tiada berkesudahan.

Lalu dicipta satu gambaran kononnya Pas juga tidak terkecuali. Cuba perhatikan, setiap kali barisan nasiaonal berhadapan masalah, setiap kali itulah media massa mencari lubang yang boleh mengharuskan mereka mengucar kacirkan Pas.

Begitu juga dengan pandangan yang diutarakan oleh Dr Aziz Bari, seolah-olah ada perpecahan serius dalam Pas. Saya menghormati beliau sebagai seorang guru perundangan,tetapi rasa saya ada yang tak kena dengan tulisan beliau hari itu.

Oleh kerana ia merupakan hanya pendapat yang datang dari seorang manusia seperti orang lain, bukan nabi atau rasul, maka harus berlaku kesilapan sekalipun beliau mempertahankannya . Tidak salah jika beliau berfikir kembali keharusan tulisan beliau itu yang patut ditarik balik.

Masakan nabi juga tersilap, inikan manusia biasa. Tidak bermakna juga beliau tidak tegas. Mengaku salah pada tempatnya melambangkan sifat mulia dan rendah diri yang tinggi.

"Wahai orang-orang yang berimam, taatilah kamu akan Allah dan taailah kamu akan Rasul, dan pemimpin yang mentaati Allah dari kalangan kamu [taat kepada pemimpin bukan perkara mutlak] , maka kiranya ada perselisihan pada sesuatu perkara, kembalilah kepada hukum Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, kerana itulah sebaik-baik dan paling baik jalan penyelesaian " (surah anNisa�:59)

Tidak adil rasanya jika pendapat yang diutarakan itu hanya berladaskan kepada kekalahan Pas di Bagan Pinang. Bagaimana dengan kemenangan sebelum ini?. Kata orang �nasib baik Pas kalah, jika menang, siapa yang akan bekerja dengan Pas nanti�.

Secara realitinya Pas patut kalah di Bagan Pinang. Bukan itu saja, faktor calon, Isa Samad anak tempatan dan lebih popular nak dibandingkan dengan calon Pas Zulkefly Mohammad Omar yang bukan anak tempatan lagi tidak popular.

Undi pos juga menjadi faktor dan banyak lagi yang akan diketahui nanti setelah postmortem selesai. Saya sangat bersetuju dengan tulisan ustaz Idris Ahmad mempertahan Pas susulan tulisan Dr Aziz Bari dan tidak bermakna saya membencinya.

Bukan juga sebab Hassan Ali yang tegas mempertahan Islam dalam pengharaman sebilangan kecil arak di Selangor kerana Pas juga mempertahankan kuil hindu di Shah Alam. Ini bermakna yang hak itu hak, yang batil itu batil dan tiada syubhat yang dipertahankan.

Di sini ingin saya tegaskan bahawa sebenarnya tiada pepecahan yang berlaku dalam Pas. Hanya perbezaan pendapat. Perbezaan pendapat akan terus berlaku dalam Pas kerana tiada seorangpun nabi dari kalangan pemimpin mereka dan jauh yang mengaku jadi tuhan.

Perlu diingatkan bahawa hanya Allah dan nabi sahaja yang tidak boleh dipertikaikan. Tiada pro umno dan tiada juga pro pakatan. Jauh sekali nak dikaitkan Tuan Guru Hj Hadi dengan pro-Umno dan Tuan Guru Nik Aziz pro-pakatan.

Memang tiada. Yang ada rasa setuju dan tidak setuju. Bukan hingga sampai tahap yang melingkupkan Pas. Dengan izin Allah, sehingga ke hari ini Pas satu-satunya parti orang Islam yang bertahan isi padu perpaduan. Bukan orang Islam sahaja, bahkan orang bukan Islam turut memberi sokongan kepada Pas.

Prinsip Pas cukup jelas, pemimpin boleh keluar dan pergi, Pas tetap dengan Islamnya. Pas bukan milik Tuan Guru Hj Nik Aziz atau Tuan Guru Hj Hadi. Mereka berdua hanyalah hamba Allah yang dipilih untuk memikul tanggungjawab yang ada.

Jangan sekali-kali ahli Pas terpedaya dengan dakyah-dakyah sumbang yang hanya akan merugikan Islam dan parti. Elakkan daripada menulis sesuatu sama ada dalam blog atau akhbar yang boleh menghiru biru keadaan dan semakin tidak kehaluan.

Berdoa dan berserahlah kepada Allah. Jangan sekali-kali jadikan blog sebagai tempat luahan ketidakpuas hati dalam parti. Jika ada, berbicaralah di sekitar kalangan mereka yang patut tahu sahaja.

"Wahai orang-orang yang beriman, jika datang seorang fasik menyebarkan sesuatu berita, dapatkan kepastian terlebih dahulu, nanti musibah akan menimpa ke atas kaum yang tidak tahu, maka jadikanlah diri mu menyesal di atas perbuatan yang kamu lakukan" (surah al-Hujurat :6)

" Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah daripada banyak prasangka kerana sesungguhnya sebahagian prasangka itu dosa....." (surah al-Hujurat : 12).

Jika ada musuh dalam selimut sekalipun, ia tidak akan dapat memecahkan kekuatan Pas jika ahli Pas terus bersatu di bawah payung para ulama dan orang-orang yang soleh. _

Kepimpinan mahasiswa tertolak kerana borang?


H Fansuri
Sat | Oct 10, 09 | 6:36:58 am MYT

AGAK melucukan apabila mengukur suhu demokrasi di negara ini. Kalau ada orang berkata, bahawa kepimpinan itu diukur melalui akhlak, ilmu akademik, dan pengetahuan menguruskan khazanah negara, maka jawapan ini tenggelam timbul dalam mimpi dan angan-angan sahaja pada hari ini.

Kepimpinan melalui teladan hanya slogan klasik, semboyan dan laungan plastik. Slogan itu telah mengalami evolusi demi evolusi daripada zaman bahari sehinggalah ke era hadhari. Evolusi slogan istilah itu berkembang menjadi Islam Hadhari, Cemerlang Gemilang dan Terbilang sehingga muncul istilah glokal, 1Malaysia 1Mongolia, Rakyat Didahulukan, Pencapaian Diutamakan.

Hampir tiada pimpinan yang bangun lewat sistem demokrasi hari ini. Hari ini dengan sistem yang ada, tidaklah melahirkan pemimpin. Mereka hanyalah menteri, ketua menteri, timbalan perdana menteri dan perdana menteri. Mereka cuma menteri dan YB-YB. Mereka bukanlah pemimpin sejati.

Sebab itu, kalau ada orang yang mahukan kepimpinan berakhlak dan berpengetahuan untuk memerintah mereka, maka semua itu khayalan belaka. Tetapi, peluang masih terbuka jika mereka mahu mahu, setia dan bersedia bekerja keras.
Kepimpinan Talut menongkah arus plutokrasi
Lihat jawapan yang diutarakan seorang nabi dalam kalangan Bani Israel ketika kalangan pemimpin mereka yang kaya-raya ingin memasuki wilayah Palestin, tapi takut berdepan dengan 'seekor gergasi' bernama Jalut. Allah merakam debat antara mereka ini di dalam Surah Al-Baqarah.
Dalam ayat ke-247, para pimpinan Bani Israel menolak kepimpinan Talut yang miskin. Kata mereka, "Bagaimana dia (Talut) mendapat kuasa memrintah kami sedangkan kami lebih berhak dengan kuasa pemerintahan itu daripadanya, dan dia pula tidak diberi keluasan harta kekayaan?"

Kamus Dewan terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka mentakrifkan perkataan plutokrasi sebagai sejenis pemerintahan yang dikawal selia oleh orang-orang kaya, pemodal dan kapitalis. Ini bermaksud, hanya orang kaya yang layak memerintah. Bagaimana mereka boleh jadi kaya, hal itu tidak perlu kita runsing.
Mereka boleh jadi kaya melalui kegiatan jualbeli senjata seperti kapal selam dengan sedikit komisen. Itu contoh saja. Ada yang jadi kaya melalui merasuah perwakilan supaya boleh menjadi menteri. Apabila jadi menteri, mereka boleh luluskan lebih banyak projek dan menikmati konsesi, dan komisen pun boleh menjadi dua kali lipat.
Syahadan, bentuk pemerintahan hari ini adalah plutokrasi kerana kita dipimpin oleh orang-orang kaya. Kepimpinan Talut akhirnya mengembalikan zaman keagungan Bani Israel apabila Daud a.s menjadi raja selepas Talut. Keagungan pemerintahan Bani Israel semakin hebat selepas anakanda Daud, iaitu Sulaiman a.s menjadi raja.
Namun, berlaku sedikit pergelutan antara ahli-ahli sihir dalam istana Raja Sulaiman hingga mengundang sedikit kesusahan dalam pemerintahan nabi itu. Kita pun tertanya-tanya juga, dalam keadaan zaujah Ibnu Abdul Razak yang didakwa terpalit dengan isu ilmu hitam, selamatkah kepimpinan bahtera negara kita ini?
Ketepikan soal Daud, Talut, Sulaiman, ilmu sihir dan ilmu hitam. Itu hanya rencah-rencah bualan ringan. Kita buka cerita Talut disebabkan kita mahu mengaitkan hal kepimpinan. Talut tidak akan bangkit kalau beliau tidak disokong seorang nabi yang mengangkatnya melalui wahyu Tuhan.
Kebetulan, ada keperluan melantik seorang pemimpin yang berani berdepan dengan Jalut, kerana semua saudagar Bani Israel yang kaya-raya itu enggan mati kerana cintakan harta. Maka, ruang kosong itu diisikan dengan Talut.
Adakah demokrasi perlukan borang?
Selepas Talut, kita melihat banyak idea politik berkembang. Kita tidak mahu bicarakan semuanya kerana ruangan ini bukan untuk berkhutbah mengenai ilmu sains politik. Justeru, marilah kita cepatkan apa-apa yang patut kita percepatkan.
Alkisahnya, suatu ketika dahulu, ada seorang pegawai tinggi HEP di sebuah universiti di Pulau Pinang yang memutuskan suatu keputusan untuk memansuhkan pilihan raya antara desasiswa. Desasiswa adalah asrama, seperti kolej kediaman di UM atau kamsis di UKM.
Hal ini ditentang secara diam-diam oleh warga kampus kerana takutkan pegawai tinggi HEP tersebut. Satu-satunya wadah, suara yang menentang dasar tersebut adalah Berita Kampus, sebuah akhbar yang dikendalikan oleh kira-kira 44 mahasiswa kewartawanan di Pusat Pengajian Komunikasi.

Mereka melawan melalui penulisan mereka. Mereka melawan pada zaman di mana blogspot belum masyhur dan tersohor seperti sekarang. Segelintir dalam kalangan mereka bergelut sakan dalam keadaan Facebook belum wujud, YouTube belum berkembang dengan pesatnya seperti sekarang.
JIka semua ini wujud, entah apalah yang akan terjadi kepada pegawai tertinggi HEP itu sekarang. Bagaimanapun, khabarnya, pegawai HEP itu sudah dikirim ke Unimap (Universiti Malaysia Perlis) kerana beliau sukar hidup dikelilingi warga IPT yang tidak senang dengan kehadirannya di kampus lama.
Syahadan, apabila kita menyentuh soal Unimap, inilah berita yang kita terima dari universiti di utara tanah air itu. Kononnya, Pro Aspirasi (penyokong Umno, BN) telah menewaskan kumpulan Pro Mahasiswa di universiti itu selepas tamat sesi penamaan calon. Mereka bukan menang dalam pertarungan. Tapi, menang selepas musuhnya tidak dibenarkan bertanding.
Ketika kita ghairah dengan Bagan Pinang, tragedi gempa di Padang, tiba-tiba terdengar laporan mengenai kekecohan dan kecurangan dalam sistem pilihan raya kampus kita.
Jika khabar ini benar, maka pilihan raya kampus adalah lebih tidak demokratik dan tidak adil berbanding pilihan raya di Bagan Pinang dan lain-lain pilihan raya kecil sebelum ini. Kegagalan untuk bertanding itu berlaku oleh kerana kegagalan mereka mendapatkan pengesahan pihak berkuasa dalam kampus.
Dan, tentunya pengesahan untuk bertanding pilihan raya itu memerlukan sejenis borang untuk ditandatangani. Dan, kita perlu bertanya - adakah wajar kepimpinan itu tertolak, gara-gara gagal mendapatkan tandatangan di dalam borang tersebut?
Salah isi borang
Benar. Hakikat ini memang cukup pedih diterima. Dalam pilihan raya kecil dan pilihan raya umum, kepimpinan kini tertolak hanya kerana salah isi borang.
Semenjak zaman Talut, khilafah yang memakai bai'ah, sistem beraja yang memerlukan raja melantik putera mahkota, maka borang-borang kertas yang terhasil daripada gentian kayu-kayu pokok ini tidak pernah menjadi sebab kepada tertolaknya kepimpinan seseorang.

Sekarang, masa berubah. Dalam negara kita yang mana hampir kebanyakan universitinya masih berlumba-lumba mahu mendapat pengiktirafan dunia, mengejar gelaran universiti penyelidikan, mahu tersenarai dalam 'ranking' 200 buah IPT terbaik di dunia, ternyata masih ada pemimpin universiti yang curang dalam mewarnai demokrasi.
Kalau dalam pilihan raya umum dan pilihan raya kecil, calon-calonnya boleh tertolak kepimpinan kerana salah isi borang, maka adik-adik kita di universiti hari ini telah ditolak kepimpinan, hanya kerana pemimpin IPT 'enggan' menandatangani, memperakui hak mereka untuk bertanding.
Kepada yang terlupa, sila ingat semula kes di mana UIAM telah meminda syarat-syarat bertanding agar calon-calon pimpinan mahasiswa itu boleh bersyarah dalam bahasa Inggeris. Juga, jangan lupa bagaimana notis pilihan raya itu dikeluarkan hari ini dan esoknya notis pilihan raya itu boleh dicabut semula.
Maklumat dalam notis mengenai pilihan raya itu boleh ditampal pagi ini dan petang ini dihilangkan semula. Semua maklumat dipendamkan dan ia cuma berlegar sekitar calon-calon mahasiswa yang memihak kepada parti pemerintah sahaja.

Hilang hormat

Saya secara peribadi mula hilang hormat apabila pemimpin universiti mula bertindak begini ketika zaman berkuliah. Ketika saya mendapat tahu bahawa pensyarah tersebut berpindan ke Unimap, rasanya tidak perlulah dipanjangkan lagi sengketa lama itu. Cukuplah dengan apa yang telah kami usahakan ketika sama-sama memimpin Berita Kampus dahulu.
Selepas zaman berkuliah, rasanya elok menumpukan hal-hal lain pula. Tapi, nampaknya kita tidak boleh berdiam diri juga. Tidak perlu diperturunkan secara jelas di sini apakah yang telah berlaku di Unimap baru-baru ini. Sidang pembaca boleh membaca dan mencarinya sendiri.
Apa yang ingin saya sampaikan secara peribadi kepada para pimpinan universiti yang bijaksana di sana ialah, tak bolehkah dengan akal bijaksana, kita menjaga maruah dan kehormatan kita sebagai mahaguru universiti?
Bukan suatu yang rahsia lagi, bahawa ada pensyarah yang pro kepada parti pemerintah. Itu tidak salah. Ada pensyarah yang pro kepada Pakatan Rakyat. Ini juga tidak salah. Semua parti ini dihalalkan undang-undang dan perlembagaan negara. Tapi, tidak bolehkah kita simpan rahsia politik dalam perut masing-masing?
Saya percaya, mahasiswa kita masih hormatkan NC, TNC yang memihak atau terpaksa memihak kepada parti pemerintah, selagi mana politik mengampu untuk menyelamatkan kedudukan pemimpin universiti ini tidak sampai mendera mahasiswa sendiri.
Mengampulah sebanyak mana pun, siapa yang peduli? Tetapi, idea menjahanamkan demorkrasi kampus, usul mengkasi pemikiran, memangkas idea pembangunan akliah mahasiswa ini bermuara dari mana?

Bodeklah, tiada salahnya. Tetapi idea untuk mencetak borang ini datangnya dari siapa? Timbul tenggelam idea gelap hingga NC perlu menandatangani borang ini, gelombang tsunami idea jahat ini, ombak badainya datang dari monsun taufan mana?
Lalu, kita pun mahu bertanya sebagaimana almarhum W. S. Rendra pernah bertanya lewat Sajak Pertemuan Mahasiswa ...
"Sekarang matahari, semakin tinggi.
Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala.
Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya:
Kita ini dididik untuk memihak yang mana?
Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan?
(Sajak Pertemuan Mahasiswa, 1977)
Adakah kita mahu kampus hari ini mengasuh mahasiswanya menjadi cukong kapitalis, politikus pengamal amalan plutokrasi yang menindas rakyat marhaen, atau mereka berjuang memutuskan ikatan tali, belenggu ketakutan yang berselirat di dada rakyat?

Kita menuntut jawapan!

5:31 a.m, 9 Oktober

Sekolah Pemikiran Kg Baru
(Kepada pemimpin universiti yang mahu menonton Rendra mendeklamasi Sajak Pertemuan Mahasiswa tersebut, boleh mencapainya di YouTube. Maklumbalas boleh dimajukan kepada ibnuamir@yahoo.com) _
sumber: harakahdaily.net

The Conquest of Constantinople



Assalamualaikum
Subhanallah..puji-pujian hanyalah untukMu yang menggerakkan setiap denyut nadi dalam melahirkan kalam yang telah sekian lama ingin dilontarkan..Alhamdulillah,akhirnya ana berkesempatan untuk menjadi salah seorang yang bersama-sama berjuang dengan teknologi moden ini untuk menyampaikan seruan dakwah..Video al-Fateh pembuka tinta,menyeru kepada semua untuk bangkit..kerana yakin bahawa kemenangan itu pasti milik Islam..Ana bukan fanatik dengan kemenangan tetapi sekadar membakar jiwa yang kadangkala semakin malap kerana ana percaya kejayaan Islam itu adalah cerminan kepada tertegaknya kalimah Allah di muka bumi ini..sebelum tercetusnya perubahan ini nahnu sebagai Jundullah haruslah bersiap siaga dengan segala kelengkapan..Wallahua'lam..

"Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata."
(Surah al-fath:1)

Bismillahirrahmanirrahim..
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih ,Maha Penyayang,
Segala Puji Bagi Allah, Tuhan sekalian Alam,
Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
Pemilik Hari pembalasan.
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon Pertolongan.
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Iaitu jalan orang2 yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.
(Al-fatihah:1-7)

IslamicStyle Gallery